Hari Kamis selalu menjadi hari
terlelahku selama seminggu. Bagaimana tidak? Selalu ada tugas Akuntansi yang
harus dikumpulkan hari itu juga, otomatis kita langsung kerja rodi. Apalagi,
anak yang paham dan jago pelajaran itu hanya dua orang. Jangan tanya mengapa
kita nggak paham, tanyakan mengapa gurunya tak pernah menjelaskan dan sekalinya
menjelaskan seperti pesawat jet. Cepat sekali. Aku memasuki cafe yang khusus
menyediakan kopi dan mengambil tempat duduk di pojokan cafe. Tempat favoritku.
Segera aku memesan secangkir cappucino hangat dan donat rasa strawberry. Aku
butuh pengalih dan penenang pikiran untuk saat ini.
Menyapukan pandangan ke
sekeliling cafe. Lagi-lagi cowok itu. Bukannya gimana yaa, tapi setiap aku ada
di sini dia juga selalu ada di sini. Entah untuk apa. Dan dia selalu memesan
kopi hitam hangat dan pandangannya selalu menatap ke arah pintu masuk. Seperti
menantikan seseorang. Mungkin kekasihnya? Entahlah. Tapi, jujur aku selalu
penasaran dengannya. Dan suatu keberuntungan aku telah mengetahui namanya. Aku
mengetahui namanya karena pernah suatu hari dia ke cafe ini bersama temannya
dan temannya memanggil namanya. Antares. Nama yang bagus. Dan setauku itu
adalah namanya bintang yang paling besar bukan?
Aku menatapnya tanpa sadar hingga
pesananku datang. Astaga, bagaimana mungkin aku hanya menatapnya selama dua
puluh menit tanpa mengalihkan pandangan darinya? Bahkan, bisa dibilang aku
sedang melamun. Bagaimana jika dia melihatku ketika aku melamun tadi?
Sepertinya aku harus menghapus kebiasaan jelekku jika terlalu fokus
memperhatikan sesuatu akan berujung melamun ini. Sungguh kebiasaan yang sangat
mengganggu.
Aku mencuri pandang ke arahnya
lagi. Syukurlah, dia tak melihat ke arahku ataupun curiga ke arahku. Ah,
Antares, mengapa kau tampan sekali? Sepertinya dia lebih tua dari aku. Karena
mukanya terlihat lebih dewasa dan lebih matang. Dengan rahang yang keras dan
dagu yang lumayan lancip. Mata yang lebar dan sangat meneduhkan. Bukan jenis
mata tajam yang mengintimidasi. Tapi jenis mata yang menenangkan dan
meneduhkan. Jujur, aku selalu penasaran bagaimana efek bagi tubuhku jika
melihat mata penenang itu menatap ke arahku. Bibirnya yang berwarna merah dan
penuh itu menunjukkan bahwa sepertinya dia bukanlah seorang perokok. Hmm,
sepertinya memang tidak. Karena aku tak pernah melihatnya merokok sekalipun di
cafe ini diperbolehkan untuk merokok, namun di ruangan outdoor.
Antares selalu memakai jaket
berwarna hitam yang aku rasa dapat memberikan kehangatan di musim hujan ini.
Dan yang terlihat dari seragamnya hanyalah celana putih abu-abunya yang sama
seperti murid negeri lainnya. Membuatku susah menebak dia berasal dari sekolah
mana. Antares selalu sukses membuatku penasaran dengan segala aktivitasnya itu.
Aku menghirup aroma cappucinoku
dan mulai meminumnya. Demi apapun yaa, ini rasanya nikmat banget dan sukses
membuatku melupakan tentang pelajaran Akuntansi tadi. Cukup membahas
pelajarannya, oke? Mari kita nikmati sore ini dengan secangkir cappucino dan
donat rasa strawberry yang cukup menggugah selera ini.
Tiba-tiba saja hujan turun. Ah,
aku selalu menyukai ketika hujan turun. Membuatku mendapatkan inspirasi untuk
menulis. Aku langsung membuka laptop dan melanjutkan ceritaku untuk langsung
diposting ke blog pribadiku. Hmm, kali ini temanya apa ya? Tentang cowok itu?
Tentang Antares? Sepertinya, aku selalu menulis tentangnya dan cafe ini. Sudah
terlalu banyak ceritaku tentang dia namun, aku tak pernah bosan untuk terus
menulisnya.
Aku pernah berdiri berdekatan
dengannya ketika akan membayar di kasir. Dan aku menyukai aroma tubuhnya. Aroma
parfume dari brand parfume ternama dunia dengan wangi musk yang menyegarkan dan
memabukkan. Mengapa aku bilang memabukkan? Karena membuatku enggan untuk
berpaling darinya. Oh tentu, aku tak bohong mengatakannya. Kalian bisa buktikan
sendiri kalau tidak percaya.
Khayalanku dipecahkan oleh sebuah
dering telpon dari handphoneku.
“Halo?”
“Adek” Oh, ternyata kakakku. Dan
dia menyuruhku untuk pulang. Bagaimana caranya aku pulang tanpa basah kuyup?
Sedangkan di luar sedang hujan deras sekali? Menyusahkan sekali. Dan setelah
aku merayunya dia mau untuk menjemputku.
Aku menaruh handphoneku di atas
meja dan melanjutkan hasil karyaku seraya meminum cappucinoku lagi. Saat sedang
tenggelam dalam imajinasiku akan Antares. Handphoneku lagi-lagi berbunyi.
Melihat siapa penelponnya, ternyata kakakku sendiri. Sepertinya aku harus
segera pulang saat ini dan melanjutkan ceritaku di rumah.
Segera aku membayar dan
meninggalkan cafe ini. Sepertinya ada yang tertinggal, namun belum aku
memikirkan apa yang tertinggal, handphoneku berdering kembali. Menandakan
kakakku benar-benar tidak sabar lagi. Heran deh, disuruh nunggu sebentar kok
bawel banget. Aku berlari dan langsung masuk ke dalam mobil Brio berwarna
hitam. Belum juga aku duduk dengan nyaman, kakakku yang gantengnya naudzubillah
ini langsung tancap gas.
“Bisa santai nggak sih? Belum
enak nih duduknya” umpatku yang hanya dibalas ketawa olehnya. Heran, bagaimana
ceritanya dia justru banyak yang suka? Nyebelin gini tingkah lakunya. Kalau aku
jadi cewek-cewek itu, aku bakalan berfikir seribu kali sebelum menyukainya.
Macet everywhere. Kayaknya nggak
Cuma Jakarta yang dilanda macet. Namun, Surabaya juga mulai ketularan Jakarta
macetnya. Aku dan kakakku bernyanyi sambil menunggu kemacetan ini berakhir.
Sebenarnya, jarak antara cafe dan rumahku hanya membutuhkan waktu tiga puluh
menit jika tak macet. Namun, hari ini aku menghabiskan waktu satu jam untuk
mencapai rumah.
Saat aku sudah berada di kamar,
aku mengecek semua barangku karena feelingku tak enak. Seperti ada yang
tertinggal. Benar kan apa kata feelingku tadi. Dompetku tertinggal. Ah, pasti
waktu bayar tadi aku lupa memasukkannya ke dalam tas. Cerobohku kapan sembuhnya
sih? Kalau diambil sekarang juga nggak memungkinkan, ini sudah terlalu malam.
Dan pasti aku nggak dibolehin buat keluar. Dan juga, aku sudah menjamin kalo
kakakku tercinta itu tak mau mengantarkanku. Malangnya nasibku.
Rencanaku sepulang sekolah ini
aku mau ke cafe itu lagi untuk mengambil dompetku yang tertinggal. Semoga masih
ada. Semoga penjaga cafenya masih menyimpannya. Banyak sekali barang berharga
disitu. Banyak sekali tiket-tiket bioskop yang aku kumpulkan, sayang sekali
kalau sampai hilang. Oke, katakan aku gila. Aku tak peduli. Aku memang suka
mengoleksi tiket film bioskop. Hobi yang sama dengan kakakku.
Kali ini aku sedang berada di
pinggir jalan untuk menunggu angkot. Kalian pikir aku ke sana dengan motor atau
mobil? Tidak, aku pergi dengan angkot. Karena ayah melarangku untuk memakai
mobil dan aku tak bisa membawa motor. Oke, jangan menertawakanku.
“Gwen!” Sepertinya, ada yang
memanggil namaku. Saat aku melihat ke kanan dan kiri tak ada yang sedang
memanggilku. Oh, mungkinkah ada setan saat siang hari? Stop! Imajinasimu
terlalu berlebihan, Gwen!
Mendadak ada seorang cowok di
depanku. Aku melihat dari atas sampai bawah. Sepertinya tak asing lagi bagiku.
Namun, aku pernah bertemu dimana yaa? Aku melihat wajahnya lagi. Astaga...
“Sudah puas ngeliatin wajahku?”
tanya Antares. Oke, cowok di depanku saat ini adalah Antares. Antares. Iya,
Antares yang ada di cafe itu. Tapi, ngapain ya dia ada di sini?
“Ini dompetmu. Kemarin
ketinggalan di cafe, aku melihat kartu pelajarmu, dan menunggumu di balik pohon
sana” tunjuknya di balik badannya.
“O-o-oh ya, terima kasih” ucapku
terbata
“Antares. Antares Maxilian
Rusdiantoro” ucapnya sambil mengulurkan tangannya
“Gwen. Gwen Vanessa Pratama”
jawabku sambil menjabat tangannya.
Aku tak menyangka akan hari ini.
Aku tak menyangka akan mengenalnya secara langsung. Aku tak menyangka akan
menjabat tangannya. Akhirnya impianku terwujud, matanya menatap mataku. Dan
yang kurasakan adalah kehangatan, tepat seperti apa yang aku harapkan. Tak ada
tatapan mengintimidasi sama sekali. Yang ada hanya tatapan hangat dan
ketenangan.
Sejak hari itu, aku tak pernah
duduk sendiri saat berada di cafe. Aku selalu bersamanya. Antares. Antares
Maxilian Rusdiantoro. Inspirasiku dalam menulis. Orang asing yang masuk ke
dalam hatiku. Antares. Ya, Antares.
Komentar
Posting Komentar