Aku tak tau bagaimana awalnya
kita berdekatan, yang aku tau, aku hanya satu kelas denganmu, Ray. Ya, Ray
Pratama adalah namamu. Keadaanlah yang membuatku dan dirimu semakin dekat. Pertengahan
semester aku bisa dekat dengan dirimu, kita sering meluangkan waktu untuk
ber-chatting-ria hingga malam. Ketika itu, aku ingat kita masuk sekolah pada
siang hari, dan aku sendirian di rumah. Bagaimanapun, aku benci keadaan dimana
aku sendiri, dan kau bersama Jo dan Kevin menemaniku dirumah. Begitu seterusnya
hingga pada saat satu hari sebelum ulangan tengah semester berakhir, kau
menulis kata-kata yang membuatku kaget dan tercengang dalam chatmu.
“Aku mencintaimu, Vi hehe”
Mungkin dirimu bercanda, dan aku
terus membalas dengan nada tidak percaya, sampai akhirnya kau bertanya
bagaimana caranya agar aku percaya pada pernyataannya barusan, dan aku ingin
kamu mengatakannya langsung di depanku, tanpa perantara. Aku ingin mendengarnya
dari mulutmu sendiri. Besoknya, ketika kita sedang bermain di rumah teman kita,
kau mengajakku untuk pergi berdua. Aku menurutinya, tak kusangka di tengah
perjalanan, kamu berhenti.
“Sekarangkah waktunya?” tanyamu
saat itu
“Waktunya untuk apa?” tanyaku
bingung
“Aku mencintaimu, Viona Raihanun.
Aku ingin kau menjadi pendamping hatiku, aku ingin kau selalu disisiku dan
menemaniku menulis drama kehidupan disetiap hariku. Maukah kau?”
“Apa kamu serius dengan semua
ucapanmu?”
“Ya, tentu saja aku serius”
“Baiklah, iya”
Ya, disitulah dimana kisah
tentang kita dimulai. Di penghujung akhir bulan Maret, yakni pada tanggal 26
Maret 2013. Dimana aku dan kamu bersatu menjadi kita. Dimana kejujuran,
kepercayaan, dan kesetiaan yang menjadi kunci berapa lama kita akan bersama. Dimana
penyatuan dua pikiran menjadi satu untuk membentuk suatu cerita yang sama.
Mulai dari sinilah aku dan kamu
menjadi lebih dekat lagi. Teman-teman kita yang sebelumnya belum mengetahuipun
akhirnya mengetahui, dan itu membuat heboh satu kelas, entahlah mengapa mereka
heboh mengetahui kita bersatu. Kamu terlihat salah tingkah dan hanya berani
terdiam disisiku sambil sedikit curi-curi pandang, dan itu membuatmu terlihat
lucu.
Kelas kita mendapat tugas untuk
mengisi festival di sekolah kita dengan membuat mading bertemakan Inggris. Saat
mengerjakannya, kamu selalu menjemputku dan mengantarkanku, padahal aku selalu
menolak, karena jarak antara rumahku dan rumahmu jauh, aku kasihan padamu,
namun, kamu selalu memarahiku jika aku tak mau dijemput olehmu.
Saat berada di rumah teman kita
itu, untuk pertama kalinya kamu berani menggenggam erat jemariku, menautkan
jari-jariku di sela-sela jari-jarimu. Untuk saat itu, aku harap kamu tak
mendengar suara detak jantungku yang berdetak seribu kali lebih cepat dari
sebelumnya, kalo kemarin kamu yang dilanda salting, kini akulah yang dilanda
salting.
Teman kita tak ada yang mau
diajak mencari makanan ketika aku sedang dilanda kelaparan, dan dirimulah yang
menemaniku membeli batagor di pinggir jalan, padahal aku tau kalau saat itu kau
sedang tidak kelaparan dan baru saja menginjakkan kaki di rumah teman kita. Bagaimanapun,
kamu adalah orang yang keras kepala bukan? Aku memaksamu untuk ikut makan bersamaku
namun, kamu selalu menolak dengan kata-kata yang halus dan mesra di telingaku.
Liburan semester kamu ngajakin
aku nonton untuk pertama kalinya, namun, tak hanya berdua, melainkan bersama
teman-teman kita. Entah, mungkin kita punya pemikiran yang sama atau gimana,
namun bersama teman-teman dan pacar terasa lebih baik daripada hanya berdua.
“Duh, mengapa sedingin ini? Tak seperti
biasanya” ujarku mengeluhkan keadaan dingin yang menyerangku.
Kamu langsung menggenggam erat
jemariku dan memasukkan tangan kita kedalam jaketmu. Saat aku sudah nyaman
dengan keadaan kita yang seperti itu, kamu melepaskan tautan tangan kita, dan
itu sukses membuat konsentrasiku menonton film itu terpecah, aku menatap
kearahmu. Kamu melepaskan jaketmu dan memberikannya padaku.
“Lho? Nanti kalau kamu kedinginan
gimana?” tanyaku
“Asalkan kamu gak kedinginan
sayang. Lagian, aku tak merasa dingin” jawabnya sambil memakaikan jaketmu
padaku.
Setelah itu, kamu menautkan
kembali jemari kita yang terlepas dan lebih mendekat kepadaku.
Hari ini tepat pada tanggal 21
Mei, yaa, hari ulang tahunmu. Aku telah menyiapkan sebuah kado special untukmu,
aku juga sudah berpura-pura marah padamu mulai kemarin lusa, di kelas kamu
terlihat sedih dan tak semangat sekolah sama sekali, kamu selalu mencuri
pandang ke arahku, dan aku selalu bersikap cuek layaknya tak ada yang terjadi. Sepulang
sekolah, teman kita mengajakmu kerumahnya, yaa, ini juga bagian dari rencanaku,
dan kamu berhasil di bawa oleh mereka.
Kita seolah-olah bermain seperti
anak kecil, matamu di tutup dengan kain dan kamu harus menangkap salah satu
diantara kita, dan kita membuatnya kamu menangkapku. Hap, kamu sukses
menangkapku, aku telah membawakan sebuah kado untukmu. Kamu membuka mata, dan
melihatku bersama kado untukmu.
“Selamat ulang tahun, sayangku
cintaku muah-muahku. Semakin dewasa ya, langgeng sama aku hehe. Maaf yaa, dua
hari ini aku cuekin kamu, ini bagian dari rencanaku sama anak-anak, janga sedih
lagi yaaa” ucapku sambil memberikan kadonya
“Makasih sayang” hanya itu
ucapmu, karna aku tau kamu terkejut dan menahan tangis haru yang akan pecah.
Ulang tahun kita berdekatan
bukan? Ya, hari ini tanggal 1 Juni, tepat ulang tahunku yang ke 17. Namun, kamu
sakit sayang, sehingga aku tak seberapa tertarik pada hari ini, namun, kamu
memarahiku karna di hari yang bisa dibilang special bagiku ini aku bersedih. Tak
taukah kamu bahwa sesungguhnya aku merindukanmu? Aku ingin menghabiskan hari
ini bersamamu juga, yang ada disini hanya teman-teman kita.
Aku tak merayakan ulang tahunku
ini secara mewah, hanya bersenang-senang bersama teman-temanku, walaupun
tanpamu. Aku bermain kerumah teman kita, dan kita bercanda bersama. Mereka memberiku
kejutan berupa kue tart besar yang diatasnya ada lilin bertuliskan angka 71,
kebalikan dari angka 17. Tak kusangka hariku terasa lengkap, kamu memberikan
surprise dan muncul dihadapanku dengan memakai baju yang aku beri dan kamu
membawa sebuah kado untukku.
“Selamat tujuh belas tahun
sayangku cintaku bebebku. Semakin dewasa dari sebelumnya, yang terbaik untukmu
sayang. Setia disampingku yaa. Aku cinta kamu, sayangku” ucapmu sambil
memberikan kadomu.
“Bagaimana bisa kamu ada disini? Kamu
kan lagi sakit, kalau tambah parah gimana? Kamu kok nekat kesini siihh?” ucapku
marah karna tak suka kamu meremehkan penyakit
“Masak pacarku ulang tahun aku
tak menemaninya? Masak aku tak ada disisinya sedangkan dihari yang special
untukku dia selalu ada disisiku? Tenanglah, aku sudah tak sakit kok”
Kisah kita memang indah, namun,
tak selamanya indah bukan? Buktinya di hari jadi kita yang ke tiga bulan ini,
kamu membuatku menangis. Entah masalah apa yang membuatmu sebegitu marahnya
padaku, mungkin memang salahku, sayang.
Pada saat liburan kenaikan kelas,
kelas kita mengadakan liburan ke Jogjakarta, yaa kota romantis, dan aku setuju
dengan pendapat itu. Disana kita bermain dengan ombak di Prangtritis, aku
menulis namamu di pasir pantai tersebut.
Saat perjalanan menuju candi
Borobudur, kamu meminta teman dudukku untuk bertukar tempat sementara, dan
disinilah kita, duduk berdua, melihat pemandangan lewat jendela, menautkan
jemari menjadi satu, dan berbincang membahasa sesuatu yang tak penting.
Liburan kita di Jogjakarta hanya
sebentar, namun kenangan yang tercipta sangatlah banyak. Penutup acara liburan
ini adalah Pasar Marioboro, selama diperjalanan kamu menggenggam tanganku erat
sekali. Disana kita membeli baju couple, sandal, dan barang-barang lainnya.
Kita tak berlama-lama karena aku mendadak pusing.
Mungin liburan di Jogjakarta
itulah akhir kenangan manis cerita kita, karena setelahnya kita selalu
berantem, mempertengkarkan sesuatu yang tak penting. Pikiran kita sering tak
sejalan, hati kita juga semakin sering dilanda curiga.
Dan pada akhirnya kamu menyerah
untuk menyatukan pikiran dan hati kita untuk bersama. Kamu mengakhiri hubungan
kita pada tanggal 25 Juli 2013, sehari sebelum kita menginjak empat bulan. Ketika
janji dan ucapan manis tak pernah selamanya terbukti benar adanya, dan kamupun
menyerah pada keadaan dan lebih memilih untuk mengakhiri hubungan kita. Ketika aku
tak dapat mengucapkan bagaimana sakitnya perasaanku, hanya air matalah yang
bercerita. Ketika aku seorang Viona Raihanun yang terbilang jarang sekali
menangis menjadi lebih suka mengeluarkan air matanya. Mungkin
akan lebih mudah jika seandainya kita tak punya setumpuk kenangan yang harus
teringat setiap saat. Namun, bagaimanapun juga kenangan tersebut telah
terbentuk.
Aku cinta
kamu, sayang. Ray Pratama :’)
Maaf ini sebenernya curahan hati, tokoh yang ada dalam cerita itu bukanlah tokoh asli. nama yang tertera juga hanya nama khayalan saja.
Komentar
Posting Komentar