Malam ini, setelah kau mengakhiri
hubungan kita, pertahanan tubuhku hancur. Seorang Viona yang biasanya tegar dan
susah untuk menangis, mendadak menjadi orang yang sangat cengeng. Aku tak tau
mengapa rasanya hatiku sebegini sakitnya, apakah kau juga merasakan hal yang
sama? Apakah kau merasakan sakit yang kurasakan? Entahlah. Aku membuka kembali
riwayat catatan chatting kita, kata-kata mesra hingga mempertengkarkan hal yang
tak pentingpun masih tersimpan. Apakah ini semua karna keegoisanku? Apa karna
sikapku yang terlalu manja hingga membuatmu dan diriku sama-sama lelah akan
keadaan seperti ini? Entahlah.
Hari-hari pasca hubungan kita
berakhir sangat mengenaskan bagiku, karna aku hanya bisa melamun dan memikirkan
tentang semua kenangan kita yang telah terukir dan terpatri secara jelas dalam
pikiran dan hatiku. Memang, kita masih tetap chattingan walau dalam status ‘mantan’
namun, tetap itu sangat terasa berbeda, seperti hari ini, saat aku
merindukanmu, aku tak dapat mengungkapkan rasa rindu yang sangat bergejolak
dalam hati ini. Akupun tak mendapat kata-kata mesra seperti dahulu, ah tidak,
aku masih tetap mendapatkannya, saat kamu merasa merindukanku dan mengirimkan
kata-kata yang sangat manis, jujur, aku sangat senang hari itu, ayahku yang ada
di depanku menjadi sasaran kebahagiaan hatiku, aku melompat kearahnya dan
menghambur dalam pelukannya, lalu kecupan kebahagiaan mendarat di pipinya.
Setelah lebaran, kita masih libur
sekolah, dan teman-teman kita merindukan kunjungan kerumahku, merekapun datang
ke rumahku. Suatu kejutan ketika kamu datang di tengah-tengah kami, aku
terkejut, tidak, lebih tepatnya sangat terkejut. Aku masih tak menyangka kamu
ada di depan mataku saat ini. Anak-anak ngajakin buat nonton di mall baru
daerah kota kita, berhubung uang THR masih banyak jadi kita berangkat nonton
bareng-bareng. Entahlah, aku hanya merasa seperti de javu, seperti film bioskop
juga kenangan tentang kita berputar kembali dalam otakku, apalagi anak-anak tak
ada hentinya membicarakan kita.
Entah bagaimana anak-anak
mengatur situasi ini, aku tepat bersebelahan denganmu, kalau boleh jujur,
keadaan ini amat sangat menyiksaku, membuat otak dan hatiku bekerja untuk
memikirkan suasana dahulu saat aku masih bersamamu. Sial, mengapa selalu ketika
berada didalam bioskop suasana dingin menyelimutiku? Aku tak tahan dengan
keadaan seperti ini.
“Intan, apakah kau merasa
kedinginan?” tanyaku
“Tidak, mengapa?”
“Bolehkah aku menggenggam
tanganmu?”
Dia memperbolehkan dan aku
menggenggam tangannya, bedanya antara tangannya dan tanganku 180 derajat,
tangannya sangat hangat sedangkan tanganku dingin. Aku terkejut saat Intan
bilang ke Ray bahwa aku kedinginan.
“Ray, bolehkah Viona meminjam
jaketmu? Dia merasa kedinginan” ujar Intan
Reflek aku melepaskan genggaman
tanganku dari tangan Intan dan bersedekap agar Ray tak mengetahui bahwa aku
sedang kedinginan. Sialnya lagi, Intan hanya tertawa dan kembali fokus pada
film. Jujur, aku tak mengetahui bagaimana jalan cerita film ini, yang kupaham
hanya segolongan makhluk biru yang diinginkan oleh manusia jahat, jangan
tanyakan aku mengapa yang kupaham hanya itu, karena konsentrasi terbagi antara
mengingat kembali kenanganku bersama Ray, aku kedinginan, dan yang terakhir detak
jantungku yang berdebar tak beraturan.
“Kau mau meminjam jaketku?” tanya
Ray
“Tidak! Sepertinya kau juga
kedinginan, pakai saja untukmu” ujarku
Seperti apa kataku dulu, bahwa
Ray adalah seorang yang keras kepala, dia tetap melepaskan jaketnya dan
menaruhnya dipangkuanku. Aku mengetahui bahwa dia sedang merasa kedinginan,
jadi aku mengembalikannya. Terjadi perbedaan pendapat antara kita, hingga
akhirnya kamu menyerah pada kata-kataku.
“Sudahlah, aku tak merasa
kedinginan, ada Intan disisiku, kamu yang kedinginan, kalau sakit bagaimana? Jangan
menyiksa diri!” ucapku sambil mengembalikan jaketnya.
Mulai dari situlah aku dan kamu
akhirnya menjadi dekat dan tak merasakan rasa canggung lagi, semua hampir
kembali seperti dulu. Kata-kata mesra berani kau kirimkan padaku, walaupun
status kita belum naik menjadi ‘berpacaran’ kembali. Namun, hanya dekat
denganmu seperti ini sudah sangat membuatku senang. Bersamamu adalah
kebahagiaan tersendiri bagiku.
Aku ingat bagaimana kamu bilang
bahwa kamu masih sayang kepadaku. Aku masih ingat saat kamu bilang bahwa
cintamu masih di aku, saat tatapan matamu hanya tertuju padaku. Hari ini tepat
tanggal 26 Agustus 2013 harusnya itu menjadi hari jadi kita yang ke lima bulan,
andaikan saja aku tidak mementingkan egoisku, andaikan saja aku mau sedikit
mengalah padamu saat itu, mungkin kita akan tetap bersama bukan?
“Selamat malem sayangku cintaku
bebebku muahmuahku. Have a nice dream yaa. Aku mencintaimu selalu. Happy failed
Anniversary sayang” itulah chatmu kepadaku yang sukses membuatku mimpi indah.
Saat ini aku menyukai lagu dari band
Amerika bernama A Rocket to the Moon, apalagi yang berjudul ‘Baby Blue Eyes’
aku sangat menyukainya, dan kaupun tertular virusku dan menyukai lagu itu. Sore
ini, saat anak-anak akan beranjak pulang kau menyempatkan untuk menyanyikannya
lagu Baby Blue Eyes tadi untukku, dan kau menatap kedua bola mataku. Senang? Jangan
tanyakan! Jelas sekali aku merasakan kebahagiaan ini.
Kebahagiaan ini tak bertahan
lama. Kau mengenalnya, gadis itu memang seribu kali lebih baik daripada aku,
seribu kali lebih cantik daripada aku, dan mungkin seribu kali lebih bisa
membuatmu bahagia. Mungkin dia adalah seorang primadona sekolah yang sangat
diidam-idamkan para cowok disekolah kita.
Kau kembali membuatku menangis,
ya benar apa kata teman kita bahwa satu-satunya orang yang sukses membuatku
menangis adalah dirimu. Aku belum siap kehilangan dirimu, sayang. Aku masih
ingin merasakan hangatnya genggaman tanganmu saat aku tertidur di kelas. Aku masih
ingin merasakan tatapan matamu yang hanya untukku. Aku masih ingin merasakan
senyuman manismu itu hanya untukku. Aku masih ingin merasakan nyanyianmu
hanyalah untukku. Hanya untukku.
Bagaimanapun, itu tak mungkin
terjadi lagi bukan? Kisah tentang kita benar-benar telah berakhir saat ini,
sejak kau mengenal dia. Rasa cintamu menguap begitu saja dan tergantikan
olehnya. Aku sedih, sakit hati, dan kecewa. Sedih karena sebelum kamu mengenal
dia kamu masih mencintaiku dan beberapa hari sebelum kamu mengenalnya kamu
menyanyikanku lagu ‘Baby Blue Eyes’ itu dan kamu menjanjikanku akan
menyanyikanku kembali. Sakit hati karena mengapa secepat itu kamu melupakan
tentang kenangan kita? Mengapa secepat itu kamu menghilangkan rasamu padaku
sedangkan aku disini sangat susah untuk melupanmu? Entahlah. Kecewa karena perasaanku
sepertinya tak akan pernah terbalaskan lagi.
Air mata ini yang selalu
menemaniku selama tiga hari berturut-turut, rasa sakit, kenangan, dan semua
kata-kata manis itu selalu berputar-putar dalam otakku. Entahlah, baru keadaan
inilah aku merasakan benar-benar ‘putus’ darimu. Mataku selalu sembab dan aku
menjadi sedikit pendiam. Saat dirumahpun aku hanya berada didalam kamar dan
berada dibalik selimut sambil mendengarkan lagu A Rocket to the Moon yang
berjudul “Like We Used to” berulang-ulang kali. Sepertinya lagu itu sesuai
dengan keadaanku saat ini.
Jika waktu dapat berputar, aku
ingin memutar waktu dan kembali disaat kamu belum mengenal dia dalam hidupmu. Jika
aku dapat memutar waktu, aku ingin kembali disaat kita sebelum putus, sehingga
aku bisa untuk tidak memikirkan keegoisanku saja. Jika waktu dapat berputar,
aku ingin kembali disaat kita belum berkenalan. Seandainya saja itu dapat
terjadi, sayangnya semua itu takkan mungkin terjadi. Mungkin kalimat “yang jauh
itu masa lalu” benar adanya, karena bagaimanapun kita takkan mungkin kembali ke
masa lalu.
Komentar
Posting Komentar