Baru saja aku memikirkannya. Baru
saja bayangnya hadir dalam otakku. Baru saja aku menyebut namanya di relung
hatiku. Tak sampai hitungan jam, bahkan menit sosok nyatanya hadir di depan
mataku. Setelah beberapa bulan ini aku tak melihat sosoknya karena dia harus
melanjutkan pendidikan di Universitas luar kota.
Untung saja aku menuruti kata
bunda untuk ikut ke toko buku membeli buku resep. Kata bunda, akan ada tamu,
jadi bunda ingin masak masakan yang spesial. Menurutku sih, apapun makanannya,
asalkan itu masakan bunda, semua terasa sempurna. Tapi, yaa namanya juga bunda,
ingin semua terlihat sempurna tanpa cela.
Sosok itu ada didepanku. Cinta
pertamaku. Adam Putra Mahesa. Sosok yang selalu aku rindukan disetiap detik
hembusan nafasku. Sosok yang mampu membuatku merasakan cinta, sekaligus sakit
hati. Bukankah cinta dan sakit hati paket? Ketika kamu merasakan cinta dalam
hatimu, maka kamu harus menanggung resikonya yaitu tersakiti.
Kak Adam melihatku yang terpaku,
detik berikutnya satu senyuman menghiasi bibir indahnya, setelah itu dia
menghampiriku yang masih saja terpaku karena bertemu dengannya disini.
Sejujurnya, aku ingin menghampirinya dan menyapanya, namun kakiku membeku dan
mata ini tak mau berpaling dari wajah tampannya yang sedang fokus pada sebuah
buku tebal itu.
“Hai!” ucap kak Adam
mengagetkanku
“Eh, hai juga kak!” jawabku gugup
“Nara kesini sama siapa?”
“Sama bunda kak, bunda cari buku
resep. Taunya ketemu kakak disini”
“Aku lagi cari buku nih, temenin
aku yuk!”
Mana mungkin aku menolak
ajakannya? Come on, seandainya dia nyuruh aku untuk menemaninya di toko buku
sampai pagi juga bakalan aku turuti! Asalkan aku bersamanya. Ternyata, kak Adam
sedang mencari buku mata perkuliahannya. Dia kuliah di Universitas Brawijaya
jurusan Psikologi. Aku dan kak Adam bercita-cita sama, yakni menjadi Psikolog.
Kak Adam banyak cerita tentang suka dukanya menjadi anak kost dan dia juga
banyak mengeluh tentang cuaca Surabaya yang tak sedingin dan senyaman di
Malang.
Kak Adam sukses membuatku lupa
dengan waktu. Sambil memilih buku-buku yang cocok, kita bercanda hingga tertawa
tiada henti. Benar-benar memalukan, karena kita sedang ada di toko buku bukan
taman bermain. Karena merasa tempatnya yang tak cocok untuk kita tertawa lepas,
kita berpindah tempat ke cafe tongkrongan remaja Surabaya. Aku bahkan rela
dimarahi bunda karena meninggalkannya dan memilih menemani kak Adam, walaupun
begitu melihat kak Adam, bunda malah berubah sikap dan menyuruhku pergi bersama
kak Adam.
“Kamu mau pesan makan?” tanya kak
Adam
“Minum aja deh kak, lagi gak mood
makan nih”
“No! Gak peduli kamu lagi mood
atau tidak, aku akan memesankan makanan untukmu” paksanya
Ya, bukan hal baru kalo kak Adam
memaksaku seperti ini. Kak Adam termasuk orang yang peduli akan kesehatan
orang-orang terdekatnya, tipe cowok yang perhatian bukan? Bukan salahku kalo
aku terpesona dan jatuh cinta padanya.
“Kamu apa kabar Nara? Bagaimana
sekolah kamu?”
“Aku? Alhamdulillah baik kak,
hanya saja terasa sepi karena gak ada kakak hehe”
“Selalu deh, bisaaa aja jawabnya”
kak Adam menyubit pipiku gemas
Bukankah aku jujur? Bagaimana
bisa aku merasa senang bila tak melihatnya dalam jarak pandangku? Tak ada yang
bisa membuatku tertawa karena lawakan garing namun dapat menimbulkan tawa
selain kak Adam. Bagaimana aku bisa sering tersenyum tulus jika pelukis
senyumku sedang di luar kota? Kak Adam tak menghubungiku lewat sms atau BBm
atau chat lainnya. Itu yang membuatku tak berani menyapanya lewat sms atau
chat.
Lucu aja ketika kak Adam kembali
mengingat pertemuan awal kami. Saat itu kak Adam adalah seorang ketua osis, dan
aku adalah siswa baru, aku ketakutan setengah mati saat hari pertama aku
terlambat. Aku takut dimarahin oleh kak Adam, nyatanya kak Adam malah bersikap
baik kepadaku. Itulah awal aku menyukai kak Adam, sikapnya yang manis dan penuh
perhatian membuatku nyaman berada disisinya.
“So, kapan kakak balik ke Malang
lagi?” tanyaku
“Lusa aku balik ke Malang lagi.
Kalo kakak lagi gak ada di Surabaya, kamu hati-hati yaa. Jangan melakukan
tindakan bodoh. Sering-sering kabarin kakak”
“Aku takut kalau aku BBM kakak
ntar jadinya ngeganggu kakak. Apalagi kakak gak menguhubungiku terlebih dahulu”
“Kakak menunggu chat darimu,
ternyata kamu tak menghubungi kakak sama sekali”
Apa? Aku gak salah dengar kan? Kak
Adam barusan bilang kalau dia menanti chatku? Semoga kak Adam tak mendengar
detak jantungku yang memburu. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tak melompat
dari sini dan berjingkrak seperti anak kecil. Come on, he said he waiting my
message. Aku seperti merasa terbang ke udara. Aku tak tau mau membalas apa
ucapan kak Adam barusan, seketika otakku berhenti berfungsi.
“Hei! Malah diem aja”
“E..Eh, iyaa kak. Ntar aku chat
deh, sebenernya aku ngempet pengen curhat banyak lho kak”
“Sebelum kamu curhat, aku rasa
aku ingin mengatakan sesuatu”
“Silahkan kak”
Ketika kak Adam ingin mengatakan sesuatu itu, pelayan
membawakan pesanan kami. Dan itu membuat kak Adam tak jadi berbicara dan
menyuruhku makan. Yaa, demi kak Adamlah yaa aku makan malem ini, padahal jujur
aja aku lagi gak mood sama sekali buat makan.
Aku harus memakannya, kalau
tidak, kak Adam cerewetnya bisa keluar dan bisa-bisa dia marah padaku. Selalu,
saat makan seperti ini kak Adam tak mengeluarkan kata-kata, dia fokus pada
makanannya. Dia memakan makanannya secara tenang. Aku melihat kak Adam makan,
tata cara makannya, selalu meniup sebanyak tiga kali sebelum memasukkan
makanannya kedalam mulutnya, selalu melihat kearah piring begitu dia akan
mengambil suapan berikutnya, dan mengunyah dengan mulut tertutup, dan satu lagi
tidak pernah ada sisa makanan di kedua bibirnya. Dia selalu rapi.
Kak Adam adalah sosok yang bisa
dibilang perfeksionis, dia selalu melakukan sesuatu agar terlihat sempurna. Dia
cowok yang bersih dan rapi. Walaupun, penampilannya jauh dari kata rapi. Dia jarang
sekali memakai kemeja, lebih sering memakai kaos, kalaupun memakai kemeja
itupun jika sedang bersamaku. Bukannya aku terlalu GR atau gimana, namun, aku
selalu memperhatikan setiap inchi kehidupannya, dan fakta bila kak Adam selalu
memakai kemeja bila bersamaku.
Aku bahkan ingat diluar kepala
bagaimana kisah percintaan kak Adam. Kak Adam ditinggalkan oleh kekasihnya,
lebih tepatnya mantannya hanya karena kak Adam mengikuti bimbingan belajar
karena kak Adam akan mengikuti sebuah olimpiade tingkat nasional, sehingga jarang
bertemu apalagi ber-sms-ria bersama pacarnya. Ironisnya, ketika kak Adam
memenangkan olimpiade itu, ketika kak Adam ingin menunjukkan ke pacarnya piagam
dan pialanya, kak Adam melihat kekasih yang dicintainya itu sedang berpelukan
mesra dengan cowok lain. Seketika itu,
kak Adam memutuskan hubungannya dengan kekasihnya.
“Kamu ngelamunin apa sih, Nar? Daritadi
aku liat kamu diem muluk”
“Ehh, enggak kok kak”
Kak Adam sudah menghabiskan
makanannya, sedangkan aku makananku masih banyak. Dan itu membuat kak Adam
menatap ke arahku tak suka. Dengan terpaksa, aku menghabiskan makananku yang
tinggal setengah itu.
Seperti janjinya tadi, kak Adam
ingin mengatakan sesuatu padaku. Sepertinya hal itu penting, karena aku melihat
mimik wajah kak Adam berubah menjadi keras, tidak. Lebih tepatnya seperti orang
kebingungan. Sepenting apa yang akan dikatakan kak Adam? Mendadak perutku
mulas, karena aku yakin ini bukan sesuatu yang baik.
“Aku mulai merasakan cinta itu
datang lagi dihatiku. Sepertinya aku sedang jatuh cinta” ucapnya
Ya, benar! Bukan sesuatu yang
baik bagiku. Bagaikan tersambar petir aku mendengarnya. Ya Tuhan, baru saja aku
bahagia karena bertemu dengannya, haruskah aku merasakan sakit juga dalam waktu
yang bersamaan? Ya, jatuh cinta datangnya satu paket dengan sakit hati. Namun,
mengapa paketnya harus datang secepat ini? Tidak bisakah membuatku bernafas
sejenak?
“Oh ya, dengan siapa kak?”
tanyaku menyembunyikan perasaanku sebelumnya
“Aku selalu menahan keinginanku
untuk menghubunginya. Menunggu dia menghubungiku terlebih dahulu. Menunggu melihat
apakah dia membutuhkanku. Namun, gadis ini beda, tak seperti gadis lain yang
mudah ku baca. Aku tak dapat membaca apapun yang dia lakukan. Dia bagaikan buku
yang tertutup dan membutuhkan rumitnya kata sandi untuk membuka isi buku
tersebut”
“Apakah gadis itu dekat dengan
kakak?”
“Yaa, terlalu dekat. Membuatku tak
yakin apakah dia memiliki perasaan yang sama padaku atau tidak”
“Kakak gak bisa melihat perbedaan
yang dia tunjukkan? Atau apapun itu?”
“Aku sering menunjukkan perbedaan
itu. Namun, dia? Tidak, dia bersikap sama terhadapku maupun laki-laki lainnya. Membuatku
penasaran setengah mati. Membuatku ingin memecahkan sandi rahasia itu”
Beruntung sekali bukan cewek itu?
Namun, cewek itu tak menunjukkan sikap membalas perasaan kak Adam. Andaikan aku
adalah cewek itu, mungkin aku akan memberikan seluruh perhatianku padanya,
membalas perasaannya, dan selalu mencintainya. Kak Adam terus melanjutkan
ceritanya, aku setengah melamun dan tak seberapa mengerti ataupun mendengar
kata-kata yang terucap. Hatiku sakit. Seperti tertusuk jarum, bahkan lebih
menyakitkan.
“.. cewek itu kamu, Nara”
“E..eh..eh. kenapa kak?” tanyaku
“Cewek itu kamu” ucap kak Adam
“Maksud kakak?” tanyaku bingung
Ah, kesalahan sepertinya aku
melamun tadi. Maafkan aku kak Adam, ini efek sakit hati mengetahui kak Adam
telah mencintai cewek lain.
“Cewek yang aku cintai. Cewek yang
susah aku baca. Cewek yang kata sandinya belum aku temukan. Cewek itu adalah
kamu”
Aku menganga, apa aku tak salah
dengar? Barusan yang kak Adam bilang, cewek itu adalah aku. Apakah aku
bermimpi? Sepertinya aku sedang bermimpi. Karena di dunia nyata, kak Adam tak
mungkin mencintaiku.
“Kak, aku pasti mimpi yaa?”
tanyaku
Tiba-tiba kak Adam mencubit kedua
pipiku gemas.
“Tidak, Nara. Kamu lagi gak
mimpi. Ini dunia nyata”
“Jadi, cintaku terbalaskan kak?”
“Kamu mencintaiku?” tanya kak
Adam membelalakkan matanya
“Ya! Kakak adalah cinta pertamaku”
“Dan aku berharap, aku akan
menjadi cinta terakhirmu, Nara”
Kak Adam memelukku. Mendekapku ke
dadanya. Disinilah tempat ternyamanku, aku merasakan kehangatan yang lain saat
kak Adam memelukku. Aku merasa aman saat dia memelukku seperti ini. Ya, aku
harap kak Adam akan menjadi cinta terakhirku. Aku mencintaimu, cinta pertamaku.
Adam Putra Mahesa.
Komentar
Posting Komentar